Fenomena Walk-Out (WO)

20 Januari 2009

Terilhami oleh sebuah kejadian menarik dari sebuah perjalanan organisasi mengusik pikiran untuk mencoba memberikan coretan kecil.

Pada sebuah Musyawarah , Rapat Organisasi , DPR/DPRD , dll di era DEMOKRASI ini bisa dikatakan semua peserta mempunyai kebebasan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapat sesuai dengan apa yang menjadi pemikirannya.


Cara menyampaikan pendapatnyapun sangat beragam , ada yang kalem , bersemangat bahkan ada yang disampaikan secara menggebu-gebu cenderung emosional , namun tentu saja harus tetap dalam koridor etika.

Didalam era kebebasan berpendapat inilah sebenarnya parameter ataupun tolak ukur bagi para peserta musyawarah , sampai sejauh mana tingkat ego dan kedewasaan berpikir dari para peserta…… sejauh mana mereka bisa memberi dan menerima dan sejauh mana pemahaman mereka atas demokrasi itu sendiri dan seberapa tinggi kadar intelektualitasnya.

Lazimnya , didalam sebuah musyawarah tentu akan menghasilkan kesepakatan atau keputusan , selain ada keputusan akhir / keseluruhan , ada keputusan bab demi bab atau bagian demi bagian dimintakan kesepakatan dari para peserta musyawarah , yang apabila sudah disepakati oleh peserta maka Pimpinan sidang / musyawarah akan mengetokkan palu tanda bab / bagian yg dibicarakan sudah disepakati.

Sebelum tercapai kesepakatan , para peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat , tentu saja pendapat yang dilandasi argumen maupun patokan-patokan yang sudah ditentukan , sehingga pendapat-pendapat yang muncul tidak ASBUN alias asal bunyi . Pada tataran adu argumen inilah berbagai ekspresi seperti tenang, bersemangat, emosional dsb…dsb akan timbul.

Kesepakatan / keputusan terbaik adalah apabila dicapai karena semua peserta sepaham alias mufakat ……. Namun apabila mufakat tidak tercapai karena masing-masing mempertahankan pendapatnya , tidak ada yang mau mengalah , maka keputusan diambil dengan suara terbanyak ……….yang kalah didalam perolehan / pengambilan suara mestinya harus legowo menerima kenyataan , betapapun terasa sangat getir……….

Disinilah kadar pemahaman tentang Demokrasi dan kebesaran jiwa dari peserta musyawarah teruji , apakah peserta mempunyai wawasan yang luas sehingga bisa dengan bijak menerima kenyataan atau wawasannya sempit dan berjiwa kerdil , sehingga sulit untuk menerima kenyataan sehingga semangat yang ada hanya semangat “pokoknya harus begini”.

Fenomena WO (Walk Out)

Didalam sebuah Musyawarah di era demokrasi , berbagai situasi dan suasana seperti : tenang dan adem ayem saja , hangat , panas , emosional bahkan cenderung debat kusir bisa saja terjadi dan itu sah-sah saja.
Apabila peserta atau kelompok peserta merasa pendapatnya tidak mendapat dukungan oleh kelompok yang lain bahkan kalah ketika keputusan harus diambil melalui voting dengan suara terbanyak , sementara didalam hatinya sudah tertanam atau “ditanamkan” oleh pihak tertentu “pokoknya harus begini”, ditambah lagi dengan emosi yang mengharu biru sehingga tidak bisa perpikir dengan logika yang jernih , lahirlah apa yang disebut dengan WO (Walk Out) alias mereka memilih keluar meninggalkan tempat / ruang sidang atau musyawarah dan tidak lagi mengikuti proses apa yang terjadi selanjutnya pada musyawarah tsb.

Apabila sebagian besar peserta musyawarah melakukan WO sehingga forum musyawarah tersebut tidak kuorum lagi maka musyawarah tersebut tidak bisa diteruskan alias gagal / batal / tidak sah dan harus di ulangi lagi…….., namun ketika hanya sebagian kecil saja yang melakukan WO sehingga masih kuorum , musyawarah masih tetap sah dan bisa dilanjutkan …….., 

Bila hal kedua (masih kuorum) yang terjadi maka merupakan KERUGIAN BESAR bagi yg melakukan WO , karena selain sudah tertutup perjuangan untuk memasukkan pendapatnya yang lain / berikutnya , juga akan mendapatkan penilaian sosial tersendiri dari warga komunitas………, dan beban ini adalah beban psikologis yg tidak ringan , bahkan kalau yg melakukan WO tsb tetap tidak bisa mengendalikan emosinya kemudian membuat reaksi berantai, maka biasanya hanya akan menimbulkan perpecahan didalam tubuh komunitas …… karenanya sangat tidak tidak dianjurkan untuk menggunakan “budaya walk out”.

0 komentar: